Klaim vonis MK terkait hasil Judicial review UU 7/2017 yang akan mengembalikan sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup, menuai pendapat banyak pihak. Berbagai pihak itu memiliki komitmen menjaga amanat reformasi sesuai dengan yang diharapkan mayoritas publik.
Politisi Golkar Muhamad Nur Purnamasidi mengatakan bahwa kebocoran keputusan MK seolah menafikan keinginan mayoritas masyatakat yang ingin mempertahankan sistem pemilu legislatif dengan sistem proporsional terbuka.
"Termasuk di dalamnya adalah 8 Partai politik yang sekarang duduk di DPR RI, Yakni; Partai Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS, PPP dan PAN," demikian kata pria yang karib disapa Bang Pur ini, pada hari Senin, 29/05/2023.
Menurut pria yang anggota Komisi X DPR ini, jika MK benar benar memutuskan Proporsional tertutup menjadi sistem pemilu legislatif di tahun 2024 ini, ini artinya MK harus bertanggung jawab sepenuhnya atas mundurnya demokrasi di Indonesia.
Dikatakan legislator dapil Jatim 4 ini, seluruh elemen bangsa wajib menjaga mandat dalam menjalankan amanah reformasi yang di gulirkan sejak tahun 1990 an.
"Termasuk bagaimana memastikan sistem politik yang di jalankan di dalamnya dapat mencegah tumbuh kembangkangnya oligarchi politik yang berdampak berkurang dan hilangnya partisipasi publik dalam politik dan pengambilan kebijakan di negeri ini," jelas Bang Pur.
Ia mengaku tidak bisa menerima sebuah keputusan yang nantinya memundurkan demokrasi Indonesia. Maka dari itu, ia menyatakan menolak skenario yang informasinya sempat diutarakan oleh Denny Indrayana itu.
Ia berharap MK benar-benar mempertimbangkan suara mayoritas publik dalam pengambilan keputusan terkait dengan penetapan sistem pemilu legislatif yang sebentar lagi akan diputuskan.
"Saya yakin hati nurani dan komitmen reformasi masih bersarang di dalam hati dan jiwa Para hakim MK," pungkas politisi yang juga petinggi DPP MKGR ini
HASIL survei dari Skala Survei Indonesia (SSI), pada 5 Januari 2023, menunjukkan bahwa mayoritas publik yakni sebesar 63 persen menginginkan agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
"Mayoritas masyarakat Indonesia, yakni 63 persen masih setuju agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka," kata Direktur Eksekutif SSI Abdul Hakim sebagaimana rilis yang diterima di Jakarta, hari ini.
Abdul menyebut hanya sebesar 4,8 persen responden yang menyatakan setuju agar Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Sisanya, lanjut dia, sebanyak 32,2 persen responden menjawab tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Ia menyebut dari yang menyatakan agar Pileg 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, mayoritas responden yakni sebanyak 19 persen beralasan karena memandang dapat mengetahui/melihat calon-calon legislatifnya.
"(Alasan lainnya) dapat memilih langsung calonnya 17,1 persen, hak rakyat dalam menentukan pilihannya 13,8 persen, lebih transparan/terbuka 12 persen dan masyarakat harus mengetahui calon serta partai yang mereka pilih 6,3 persen," ujarnya.
Nasdem: Hak Rakyat Direnggut Jika Pemilu Sistem Tertutup
Hak rakyat akan terenggut jika Pemilu 2024 dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup. Diberlakukannya sistem tersebut merupakan kemunduran demokrasi.
Demikian disampaikan Anggota DPR RI, Taufik Basari menanggapi pernyataan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana yang mengaku mendapat informasi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jika Mahkamah Konstitusi memutus untuk kembali ke sistem tertutup seperti sebelum 2009, maka hak rakyat yang telah dinikmati dan telah berjalan dengan memberikan dampak positif bagi jalannya demokrasi, direnggut dan tidak dapat lagi dinikmati,” kata Taufik dalam keterangan resminya, hari Senin, 29/05/2023.
Anggota Komisi III DPR itu berharap informasi yang disampaikan Denny Indrayana tidak benar. Menurutnya, sistem proporsional terbuka yang dipakai sejak Pemilu 2009 memberikan hak rakyat sepenuhnya dalam memilih wakilnya.
“Rakyat mendapatkan tambahan hak berupa hak untuk mengetahui siapa calon anggota DPR yang akan diberikan kepercayaan suaranya, bagaimana kualitas dan rekam jejaknya dan dapat menagih amanat yang telah diberikan langsung kepada anggota yang terpilih,” bebernya.
Politikus Nasdem itu menambahkan, semestinya hasil musyawarah hakim konstitusi tidak boleh beredar keluar. Jikapun informasi tersebut benar adanya, ia berharap keputusan itu belum final dan para hakim secara bijak akan melindungi hak rakyat dalam putusannya nanti. “Publik jangan diam, jangan biarkan hak rakyat direnggut. Demokrasi tidak boleh mundur,” pungkas Taufik.
Benny Demokrat: Mahfud Harusnya Terima Kasih ke Denny Indrayana
Waketum Partai Demokrat Benny K Harman heran dengan Menko Polhukam Mahfud Md yang meminta Polri mengusut sumber yang memberi informasi kepada mantan Wamenkumham Denny Indrayana soal klaim Pemilu 2024 akan diputuskan proporsional tertutup oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Benny menyebut Mahfud harusnya berterima kasih kepada Denny Indrayana.
Pernyataan itu disampaikan Benny lewat akun Twitter resminya @BennyHarmanID. Dia mempertanyakan kenapa Mahfud justru menginstruksikan polisi mengusut Denny Indrayana.
"Pak Mahfud ini benar-benar sudah menjadi corong rezim otoriter. Mestinya harus berterima kasih kepada Pak Denny, bukan malah menginstruksikan Polri untuk kriminalisasi yang bersangkutan. Quo vadis Pak Mahfud, quo vadis domine?" kata Benny K Harman dalam cuitannya seperti dikutip detikcom, pada Senin, 29/05/2023. Cuitan Benny sudah disesuaikan dengan ejaan yang benar.
"MK harus diawasi dan diperingatkan. Denny telah melakukan hal ini agar MK tidak membuat putusan yang sesat dan menyesatkan jalannya demokrasi kita. Terima kasih Bung Denny atas keberaniannya menjadi jubira, juru bicara rakyat. Prof Mahfud mau peralat polisi untuk kriminalisasi Denny? Mari kita semua berdoa agar pak polisi kuat dan berani menolak menjadi alat kekuasaan yang sewenang-wenang," lanjut Benny.
Lebih lanjut, anggota Komisi III DPR ini juga membahas soal kekuasaan kehakiman. Dia menyebut lembaga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi tidak lagi independen di negara yang menganut sistem pemerintahan otoriter.
"Apa kaabar kekuasaan kehakiman? Di negara dengan sistem pemerintahan otoriter, badan peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman seperti MA dan MK tidak lagi independen. Mereka disandera sedemikian rupa agar mau bekerja untuk melayani kepentingan rezim," kata Benny.
"Di zaman Orla, di zaman Orba juga, para hakim dan hakim agung pada MA bekerja untuk mensukseskan revolusi dalam rangka demokrasi terpimpin. Putusan hakim sekadar jadi rubber stamp kebijakan penguasa. Para hakim hidup dalam ketakutan. Tak kuasa melawan. Keadilan untuk rakyat menjadi barang mewah! Bagaimana zaman now?" lanjut dia.
Mahfud Minta Sumber Denny Indrayana Diusut
Sebelumnya, Mahfud Md angkat bicara terkait klaim Denny Indrayana yang mengaku mendapatkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan sistem pemilu legislatif ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Mahfud menyebut putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan.
"Terlepas dari apapun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan," kata Mahfud dalam cuitan di akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd, seperti dikutip detikcom, Minggu (28/5).
Mahfud menilai informasi dari Denny Indrayana bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Menurutnya, kepolisian harus turun tangan menyelidiki sumber informasi dari Denny Indrayana tersebut.
"Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," ucap Mahfud.
No comments:
Post a Comment